Tugas Rangkuman 2
Individu, Keluarga dan Masyarakat
C. MANUSIA SEBAGAI MAHLUK INDIVIDU
- Individu berasal dari kata latin “individuum” artinya yang tidak terbagi, maka kata individu merupakan sebutan yang dapat digunakan untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Kata individu bukan berarti manusia sebagai suatu keseluruhan yang tak dapat dibagi, melainkan sebagai kesatuan yang terbatas yaitu sebagai manusia perseorangan.
- Dalam pandangan psikologi sosial, manusia itu disebut individu bila pola tingkah lakunya bersifat spesifik dirinya dan bukan lagi mengikuti pola tingkah laku umum. Ini berarti bahwa individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan-peranan yang khas di dalam lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifik dirinya.
Pertumbuhan Individu
- Walaupun terdapat perbedaan pendapat diantara para ahli, namun diakui bahwa pertumbuhan adalah suatu perubahan yang menuju kearah yang lebih maju, lebih dewasa.
- Menurut para ahli yang menganut aliran asosiasi berpendapat, bahwa pertumbuhan pada dasarnya adalah proses asosiasi.
- Menurut aliran psikologi gestalt pertumbuhan adalah proses diferensiasi.
- Konsep aliran sosiologi tentang pertumbuhan menganggap pertumbuhan itu adalah proses sosialisasi yaitu proses perubahan dari sifat mula-mula yang asosial atau juga sosial kemudian tahap demi tahap disosialisasikan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan:
- Pendirian Nativistik : semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir
- Pendirian Empiristik dan environmentalistik : pertumbuhan individu semata-mata tergantung pada lingkungan sedang dasar tidak berperan sama sekali.
- Pendirian konvergensi dan interaksionisme : interaksi antara dasar dan lingkungan dapat menentukan pertumbuhan individu.
Tahap pertumbuhan individu berdasarkan psikologi :
a. Masa vital yaitu dari usia 0.0 sampai kira-kira 2 tahun.
Pada masa vital ini individu menggunakan fungsi-fungsi biologis untuk menemukan berbagai hal dalam dunianya. Pada tahun kedua anak belajar berjalan, dan dengan berjalan itu anak mulai pula belajar menguasai ruang.
b. Masa estetik dari umur kira-kira 2 tahun sampai kira-kira 7 tahun
Dalam masa ini tampak muncuk gejala kenakalan yang umumnya terjadi antara 3 tahun sampai umur 5 tahun. Anak sering menentang kehendak orang atau, kadang sampai menggunakan kata – kata kasar, dengan sengaja melanggar apa yang dilarang dan tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan.
c. Masa intelektual dari kira-kria 7 tahun sampai kira-kira 13 tahun atau 14 tahun
Ada beberapa sifat khas pada anak-anak masa ini antara lain :
® Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi sekolah
® Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan, permainan yang tradisional
® Adanya kecenderungan memuji diri sendiri
® Kalau tidak dapat menyelesaikan ssesuatu soal maka soal itu dianggap tidak penting
® Senang membandingkan dirinya dengan anak lain
® Adanya minat kepada kehidupan praktis sehari-hari yang konkrit
® Amat realistik ingin tahu, ingin belajar
® Gemar membentuk kelompok sebaya
d. Masa sosial, kira-kira umur 13 atau 14 tahun sampai kira-kira 20 – 21 tahun.
KELUARGA DAN FUNGSINYA DIDALAM KEHIDUPAN MANUSIA
-Keluarga adalah unit/satuan masyarakat terkecil yang sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat. Kelompok ini dalam hubungannya dengan perkembangan individu sering dikenal dengan sebutan primary group.
Sebagai gejala yang universal, keluarga mempunyai 4 karakteristik yang memberi kejelasan tentang konsep keluarga .
1. Keluarga terdiri dari orang-orang yang bersatu karena ikatan perkawinan, darah atau adopsi. Yang mengiakat suami dan istri adalah perkawinan, yang mempersatukan orang tua dan anak-anak adalah hubungan darah (umumnya) dan kadang-karang adopsi.
2. para anggota suatu keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah dan mereka membentuk suatu rumah tangga (household), kadang-kadang satu rumah tangga itu hanya terdiri dari suami istri tanpa anak-anak, atau dengan satu atau dua anak saja
3. Keluarga itu merupakan satu kesatuan orang-orang yang berinteraksi dan saling berkomunikasi, yang memainkan peran suami dan istri, bapak dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan
4. Keluarga itu mempertahankan suatu kebudayaan bersama yang sebagian besar berasal dari kebudayaan umum yang lebih luas.
Koentjaraningrat membedakan 3 macam keluarga luas berdasarkan bentuknya :
- keluarga luas utrolokal, berdasarkan adapt utrolokal, terdiri dari keluarga inti senior dengan keluarga-keluarga batih/inti anak laki-laki maupun anak perempuan
- keluarga luas viriolokal, berdasakan adapt viriolokal, terdiri dari satu keluarga inti senior dengan keluarga-keluarga inti dari anak-anak lelaki
- Keluarga luas uxorilokal, berdasarkan adapt uxorilokal, terdiri dari satu keluarga inti senior dengan keluarga-keuarga batih/inti anak-anak perempuan
-Macam-macam fungsi keluarga adalah
- Fungsi biologis
- Fungsi Pemeliharaan
- Fungsi Ekonomi
- Fungsi Keagamaan
- Fungsi Sosial
MASYARAKAT SUATU UNSUR DARI KEHIDUPAN MANUSIA
- Peter L Berger, seorang ahlisosiologi memberikan definisi masyarakat sebagai berikut : “ masyarakat merupakan suatu keseluruhan komplkes hubungan manusia yang luas sifatnya.”
- Koentjaraningrat dalam tulisannya menyatakan bahwa masyarakat adalah sekumpulan manusia atau kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama.
Dalam perkembangan dan pertumbuhannya masyarakat dapat digolongkan menjadi :
- Masyarakat sederhana : pola pembagian kerja cenderung dibedakan menurut jenis kelamin yang nampaknya berpangkal tolak dari latar belakang adanya kelemahan dan kemampuan fisik antara seorang wanita dan pria dalam menghadapi tantangan-tantangan alam yang buas saat itu.
- Masyarakat Maju : memiliki aneka ragam kelompok sosial, atau lebih dikenal dengan sebutan kelompok organisasi kemasyarakatan yang tumbuh dan berkembang berdasarkan kebutuhan serta tujuan tertentu yang akan dicapai. Dalam lingkungan masyarakat maju, dapat dibedakan
a. Masyarakat non industri.
Ø Masyarakat non industry
o Kelompok primer : interaksi antar anggotanya terjdi lebih intensif, lebih erat, lebi akrab. Disebut juga kelompok face to face group. Sifag interaksi bercorak kekeluargaan dan lebih berdasarkan simpati. Pembagian kerja atau pembagian tugas dititik beratkan pada kesadaran, tanggung jawab para anggota dan berlangsung atas dasar rasa simpati dan secara sukarela.
o kelompok sekunder : terpaut saling hubungan tidak langsung, formal, juga kurang bersifat kekeluargaan. Sifat interaksi, pembagian kerja, diatur atas dasar pertimbangan-pertimbangan rasional obyektif. Para anggota menerima pembagian kerja atas dasar kemampuan / keahlian tertentu, disamping dituntut target dan tujuan tertentu yang telah ditentukan.
b. Masyarakat Industri. Contoh tukang roti, tukang sepatu, tukang bubut, tukang las
D. PEMUDA DAN SOSIALISASI
- Pemuda adalah golongan manusia-manusia muda yang masih memerlukan pembinaan dan pengembangan kearah yang lebih baik, agar dapat melanjutkan dan mengisi pembangunan yang kini telah berlangsung,
- Keragaman pemuda Indonesia dilihat dari kesempatan pendidikannya serta dihubungkan dengan keragaman penduduk dalam suatu wilayah, maka proses sosialisasi yang dialami oleh para pemuda sangat rumit.
Pemuda Indonesia
Ditinjau dari kelompok umur, maka pemuda Indonesia adalah sebagai berikut :
Masa bayi : 0 – 1 tahun
Masa anak : 1 – 12 tahun
Masa Puber : 12 – 15 tahun
Masa Pemuda : 15 – 21 tahun
Masa dewasa : 21 tahun keatas
Dilihat dari segi budaya atau fungsionalya maka dikenal istilah anak, remaja dan dewasa, dengan perincian sebagia berikut :
Golongan anak : 0 – 12 tahun
Golongan remaja : 13 – 18 tahun
Golongan dewasa : 18 (21) tahun keatas
- Usia 0-18 tahun adalah merupakan sumber daya manusia muda, 16 – 21 tahun keatas dipandang telah memiliki kematangan pribadi dan 18(21) tahun adalah usia yang telah diperbolehkan untuk menjadi pegawai baik pemerintah maupun swasta
- Dilihat dari segi ideologis politis, generasi muda adalah mereka yang berusia 18 – 30 – 40 tahun, karena merupakan calon pengganti generasi terdahulu. Pengertian pemuda berdasarkan umur dan lembaga serta ruang lingkup tempat pemuda berada terdiri atas 3 katagori yaitu :
1. Siswa, usia antara 6 – 18 tahun, masih duduk di bangku sekolah
2. Mahasiswa usia antara 18 – 25 tahun beradi di perguruan tinggi dan akademi
3. Pemuda di luar lingkungan sekolah maupun perguruan tinggi yaitu mereka yang berusia 15 – 30 tahun keatas.
Akan tetapi, apabila melihat peran pemuda sehubungan dengan pembangunan, peran itu dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Didasarkan atas usaha pemuda untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan lingkungan. Pemuda dalam hal ini dapat berperan sebagai penerus tradisi dengan jalan menaati tradisi yang berlaku
2. Didasarkan atas usaha menolak menyesuaikan diri dengan lingkungan. Peran pemuda jenis ini dapat dirinci dalam tiga sikap, yaitu :
- pertama jenis pemuda “pembangkit”. Mereka adalah pengurai atau pembuka kejelasan dari suatu masalah sosial. Mereka secara tidak langsung ikut mengubah masyarakat dan kebudayaan.
- Kedua pemuda pdelinkeun atau pemuda nakal. Mereka tidak berniat mengadakan perubahan, baik budaya maupun pada masyarakat, tetapi hanya berusaha memperoleh manfaat dari masyarakat dengan melakukan tidnakan menguntungkan bagi dirinya, sekalipun dalam kenyataannya merugikan.
- Ketiga, pemuda radikal. Mereka berkeinginan besar untuk mengubah masyarakat dan kebudayaan lewat cara-cara radikal, revolusioner.
Sosialisasi Pemuda
- Melalui proses sosialisasi, seorang pemuda akna terwarnai cara berpikir dan kebiasaan-kebiasaan hidupnya. Dalam hal ini sosialisasi diartikan sebagai proses yang membantu individu melalui belajar dan menyesuaikan diri, bagaiman cari hidup dan bagaimana cara berpikir kelompoknya agar dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya.
- Dengan proses sosialisasi, seseorang menjadi tahu bagaimana ia mesti bertingkah laku di tengah-tengah masyarakat dan lingkungan budayanya.
- Proses sosialisasi melahirkan kedirian dan kepribadian seseorang. Kedirian (self) sebagai suatu prosuk sosialisasi, merupakan kesadaran terhadap diri sendri dan memandang adanya pribadi orang lain di luar dirinya. Kesadaran terhadap diri sendiri membuat timbulnya sebutan “aku” atau “saya” sebagai kedirian subyektif yang sulit dipelajari.
- Asal mula timbulnya kedirian :
1. Dalam proses sosialisasi mendapat bayangan dirinya, yaitu setelah memperhatikan cara orang lain memandang dan memperlakukan dirinya. Misalnya ia tidak disukai, tidak dihargai, tidak dipercaya; atau sebaliknya, ia disayangi, baik budi dan dapat dipercaya
2. Dalam proses sosialisasi juga membentuk kedirian yang ideal. Orang bersangkutan mengetahui dengan pasti apa-apa yang harus ia lakukan agar memperoleh penghargaan dari orang lain. Bentuk-bentuk kedirian ini berguna dalam meningkatkan ketaatan anak terhadap norma-norma sosial
- Thomas Ford Hoult, menyebutkan bahwa proses sosialisasi adalah proses belajar individu untuk bertingkah laku sesuai dengan standar yang terdapat dalam kebudayaan masyarakatnya.
- Menurut R.S. Lazarus, proses sosialisasi adalah proses akomodasi, dengan mana individu menghambat atau mengubah impuls-impuls sesuai dengan tekanan lingkungan, dan mengembangkan pola-pola nilai dan tingkah laku-tingkah laku yang baru yang sesuai dengan kebudayaan masyarakat
INTERNALISASI, BELAJAR DAN SPESIALISASI
Ketiga kata atau istilah tersebut pada dasarnya memiliki pengertian yang hampir sama. Proses berlangsungnya sama yaitu melalui interaksi sosial.
- Istilah internasilasasi lebih ditekankan pada norma-norma individu yang menginternasilasikan norma-norma tersebut.
- Istilah belajar ditekankan pada perubahan tingkah laku, yang semula tidak dimiliki sekarang telah dimiliki oleh seorang individu.
- Istilah spesialisasi ditekankan pada kekhususan yagn telah dimiliki oleh seorang individu, kekhususan timbul melalui proses yang agak panjang dan lama.
Studi kasus :
Dampak Perceraian Bagi Anak
Gugatan cerai Dewi Yull terhadap Ray Sahetapi membuat banyak pihak terhenyak. Pasalnya, selama ini mereka dikenal sebagai pasangan yang harmonis. Tak urung, sang putri, Gisca, buka suara soal kemelut yang menimpa orangtuanya. Apa sih sebetulnya dampak perceraian bagi anak?
Tak pernah ada efek positif dari sebuah perceraian. Memang, dalam situasi tertentu, misalnya suami melakukan domestic violence terhadap istri, perceraian bisa jadi merupakan jalan keluar terbaik, namun tetap ada akibat atau konsekuensi negatifnya, terutama efek negatif pada anak.
"Efek negatif perceraian pada anak bisa berbeda-beda," ujar Dra. Clara Istiwidarum Kriswanto, MA, CPBC dari Jagadnita Consulting, seraya melanjutkan, "Tergantung banyak faktor, dari usia anak, jenis kelamin, kematangan kepribadian, kesehatan psikologis, serta ada-tidaknya dukungan dari orang dewasa lainnya."
Sebuah penelitian menunjukkan, anak perempuan lebih bisa meng-handle hal-hal yang berkaitan dengan konsekuensi dari perceraian orangtuanya ketimbang anak lelaki. "Problem anak lelaki dari orangtua yang bercerai biasanya lebih serius, mereka lebih terganggu. Mungkin ini karena lelaki lebih rasional, sementara perempuan lebih mampu memendam perasaan."
Pada anak yang masih terlalu kecil, memang agak susah menjelaskan perihal perceraian, termasuk kenapa orangtua harus bercerai. "Soalnya, mereka belum tahu konsep tentang cinta, tentang kenapa orangtua pisah tapi tetap mencintai dirinya, dan sebagainya," terang Clara.
Keputusan bercerai biasanya sudah melalui proses yang panjang. Yang sebaiknya dilakukan orangtua adalah melibatkan anak dalam proses perceraian. "Sangat jarang terjadi, orangtua melibatkan anak sejak mulai ribut-ribut sampai bercerai. Yang terjadi, anak baru diberitahu setelah keputusan bercerai diambil, dan anak kemudian diminta untuk mengerti. Padahal, sebetulnya ini aspek penting yang diharapkan anak, cuma anak belum bisa omong," terang Clara.
Kelak, setelah anak lebih besar, persepsinya akan bilang bahwa ia diabaikan. "Anak merasa tak pernah ditanya pendapat dan perasaannya. Mereka akan merasa, 'Toh kalau saya berpendapat, nggak ada pengaruhnya juga.' Padahal, yang diharapkan anak sebetulnya adalah ingin didengar dan punya kesempatan untuk mengekspresikan apa yang mereka rasakan."
TAKUT MENJALIN HUBUNGAN
Banyak sekali dampak negatif perceraian yang bisa muncul pada anak. "Marah pada diri sendiri, marah pada lingkungan, jadi pembangkang, enggak sabaran, impulsif," ujar Clara. Bisa jadi, anak akan merasa bersalah (guilty feeling) dan menganggap dirinyalah biang keladi atau penyebab perceraian orangtuanya. "Anak merasakan, 'Ah, jangan-jangan saya yang membuat Papa-Mama bercerai,' sehingga muncul rasa marah campur rasa bersalah." Apalagi jika dalam proses selanjutnya, terjadi perebutan anak antara suami-istri. "Anak jadi bingung, pingin ikut ayah, tapi kok akhirnya ikut sang ibu. Ia akan merasa menjadi biang keladi perebutan itu."
Dampak lain adalah anak jadi apatis, menarik diri, atau sebaliknya, mungkin kelihatan tidak terpengaruh oleh perceraian orangtuanya. "Orangtua harus harus hati-hati melihat, apakah ini memang reaksi yang wajar, karena dia sudah secara matang bisa menerima hal itu, atau hanya pura-pura."
Anak juga bisa jadi tidak pe-de dan takut menjalin kedekatan (intimacy) dengan lawan jenis. "Ke depannya, setelah dewasa, anak cenderung enggak berani untuk commit pada suatu hubungan. Pacaran-putus, pacaran-putus."
Self esteem anak juga bisa turun. "Jika self esteem-nya jadi sangat rendah dan rasa bersalahnya sangat besar, anak bisa jadi akan dendam pada orangtuanya, terlibat drugs dan alkohol, dan yang ekstrem, muncul pikiran untuk bunuh diri."
Beban sebagai publik figur atau anak pasangan publik figur, seperti yang terjadi pada anak-anak pasangan Dewi Yull-Ray Sahetapi, juga akan semakin besar. "Orang biasa saja menghadapi kasus perceraian pasti terbebani, kok, apalagi publik figur. Semua orang bisa lihat dan berkomentar macam-macam."
Ada juga yang kemudian jadi merendahkan salah satu orangtua, tidak lagi bisa percaya pada orangtua, atau sebaliknya, terlalu mengidentifikasi salah satu orangtua. Misalnya, anak sangat kasihan pada salah satu pihak. "Apalagi jika anak sudah besar dan punya keinginan untuk menyelamatkan perkawinan orangtuanya, tapi tidak berhasil. Ia akan merasa sangat menyesal, merasakan bahwa omongannya tak digubris, merasa diabaikan, dan merasa bukan bagian penting dari kehidupan orangtuanya."
Perasaan marah dan kecewa pada orangtua merupakan sesuatu yang wajar, seperti yang dilontarkan Gisca pada sang ayah "Ini adalah proses dari apa yang sesungguhnya ada di hati anak. Jadi, biarkan anak marah, daripada memendam kemarahan dan kemudian mengekspresikannya ke tempat yang salah," ujar Clara.
Gugatan cerai Dewi Yull terhadap Ray Sahetapi membuat banyak pihak terhenyak. Pasalnya, selama ini mereka dikenal sebagai pasangan yang harmonis. Tak urung, sang putri, Gisca, buka suara soal kemelut yang menimpa orangtuanya. Apa sih sebetulnya dampak perceraian bagi anak?
Tak pernah ada efek positif dari sebuah perceraian. Memang, dalam situasi tertentu, misalnya suami melakukan domestic violence terhadap istri, perceraian bisa jadi merupakan jalan keluar terbaik, namun tetap ada akibat atau konsekuensi negatifnya, terutama efek negatif pada anak.
"Efek negatif perceraian pada anak bisa berbeda-beda," ujar Dra. Clara Istiwidarum Kriswanto, MA, CPBC dari Jagadnita Consulting, seraya melanjutkan, "Tergantung banyak faktor, dari usia anak, jenis kelamin, kematangan kepribadian, kesehatan psikologis, serta ada-tidaknya dukungan dari orang dewasa lainnya."
Sebuah penelitian menunjukkan, anak perempuan lebih bisa meng-handle hal-hal yang berkaitan dengan konsekuensi dari perceraian orangtuanya ketimbang anak lelaki. "Problem anak lelaki dari orangtua yang bercerai biasanya lebih serius, mereka lebih terganggu. Mungkin ini karena lelaki lebih rasional, sementara perempuan lebih mampu memendam perasaan."
Pada anak yang masih terlalu kecil, memang agak susah menjelaskan perihal perceraian, termasuk kenapa orangtua harus bercerai. "Soalnya, mereka belum tahu konsep tentang cinta, tentang kenapa orangtua pisah tapi tetap mencintai dirinya, dan sebagainya," terang Clara.
Keputusan bercerai biasanya sudah melalui proses yang panjang. Yang sebaiknya dilakukan orangtua adalah melibatkan anak dalam proses perceraian. "Sangat jarang terjadi, orangtua melibatkan anak sejak mulai ribut-ribut sampai bercerai. Yang terjadi, anak baru diberitahu setelah keputusan bercerai diambil, dan anak kemudian diminta untuk mengerti. Padahal, sebetulnya ini aspek penting yang diharapkan anak, cuma anak belum bisa omong," terang Clara.
Kelak, setelah anak lebih besar, persepsinya akan bilang bahwa ia diabaikan. "Anak merasa tak pernah ditanya pendapat dan perasaannya. Mereka akan merasa, 'Toh kalau saya berpendapat, nggak ada pengaruhnya juga.' Padahal, yang diharapkan anak sebetulnya adalah ingin didengar dan punya kesempatan untuk mengekspresikan apa yang mereka rasakan."
TAKUT MENJALIN HUBUNGAN
Banyak sekali dampak negatif perceraian yang bisa muncul pada anak. "Marah pada diri sendiri, marah pada lingkungan, jadi pembangkang, enggak sabaran, impulsif," ujar Clara. Bisa jadi, anak akan merasa bersalah (guilty feeling) dan menganggap dirinyalah biang keladi atau penyebab perceraian orangtuanya. "Anak merasakan, 'Ah, jangan-jangan saya yang membuat Papa-Mama bercerai,' sehingga muncul rasa marah campur rasa bersalah." Apalagi jika dalam proses selanjutnya, terjadi perebutan anak antara suami-istri. "Anak jadi bingung, pingin ikut ayah, tapi kok akhirnya ikut sang ibu. Ia akan merasa menjadi biang keladi perebutan itu."
Dampak lain adalah anak jadi apatis, menarik diri, atau sebaliknya, mungkin kelihatan tidak terpengaruh oleh perceraian orangtuanya. "Orangtua harus harus hati-hati melihat, apakah ini memang reaksi yang wajar, karena dia sudah secara matang bisa menerima hal itu, atau hanya pura-pura."
Anak juga bisa jadi tidak pe-de dan takut menjalin kedekatan (intimacy) dengan lawan jenis. "Ke depannya, setelah dewasa, anak cenderung enggak berani untuk commit pada suatu hubungan. Pacaran-putus, pacaran-putus."
Self esteem anak juga bisa turun. "Jika self esteem-nya jadi sangat rendah dan rasa bersalahnya sangat besar, anak bisa jadi akan dendam pada orangtuanya, terlibat drugs dan alkohol, dan yang ekstrem, muncul pikiran untuk bunuh diri."
Beban sebagai publik figur atau anak pasangan publik figur, seperti yang terjadi pada anak-anak pasangan Dewi Yull-Ray Sahetapi, juga akan semakin besar. "Orang biasa saja menghadapi kasus perceraian pasti terbebani, kok, apalagi publik figur. Semua orang bisa lihat dan berkomentar macam-macam."
Ada juga yang kemudian jadi merendahkan salah satu orangtua, tidak lagi bisa percaya pada orangtua, atau sebaliknya, terlalu mengidentifikasi salah satu orangtua. Misalnya, anak sangat kasihan pada salah satu pihak. "Apalagi jika anak sudah besar dan punya keinginan untuk menyelamatkan perkawinan orangtuanya, tapi tidak berhasil. Ia akan merasa sangat menyesal, merasakan bahwa omongannya tak digubris, merasa diabaikan, dan merasa bukan bagian penting dari kehidupan orangtuanya."
Perasaan marah dan kecewa pada orangtua merupakan sesuatu yang wajar, seperti yang dilontarkan Gisca pada sang ayah "Ini adalah proses dari apa yang sesungguhnya ada di hati anak. Jadi, biarkan anak marah, daripada memendam kemarahan dan kemudian mengekspresikannya ke tempat yang salah," ujar Clara.
HAL-HAL YANG HARUS DILAKUKAN
Apa saja yang sebaiknya dilakukan orangtua yang akan atau telah bercerai agar tak terlalu berdampak negatif pada anak?
1. Sejak awal, kalau bisa libatkan anak dalam proses perceraian. Paling tidak, anak akan merasa didengarkan, tidak hanya menerima perceraian orangtuanya secara tiba-tiba.
2. Jika perceraian terjadi, usahakan me-maintain rutinitas keluarga tetap seperti sediakala. Misalnya, tetap berkumpul bersama. Usahakan situasi tidak hilang begitu atau berubah total. Buatlah masa-masa transisi yang smooth, supaya anak juga bisa merasakan, 'Oh, mereka sudah tidak bersatu lagi tapi mereka masih sayang sama saya, saya juga masih bisa mendapatkan apa yang saya butuhkan dari mereka.'
3. Jangan ingkar janji. Kalau memang pernah berjanji untuk tetap selalu bertemu anak setelah perceraian, penuhi itu. Ini akan membangun rasa percaya (trust) anak pada orangtua. Ingat, tidak ada yang namanya bekas anak atau bekas orangtua.
4. Sebisa mungkin lebih terlibat dengan kegiatan sekolah anak, serta memberi dukungan yang dibutuhkan anak. Mungkin anak punya ketakutan, 'Wah nanti saya enggak bisa dijemput Papa-Mama lagi,' dan sebagainya.
5. Hindari pertentangan. Anak-anak sudah cukup menderita karena perceraian orangtuanya, jadi jangan tambah beban mereka dengan menentang mereka. Misalnya, salah satu orangtua merasa anak malah membela salah satu pihak, dan kemudian menyalahkan anak. Rasa marah, tak setuju, kecewa, itu merupakan proses anak dalam menghadapi perceraian orangtuanya. Justru anak harus dibantu mengungkapkan itu secara positif supaya tidak salah mengungkapkan.
6. Kalau memang perlu, libatkan dukungan pihak ketiga, misalnya kakek-nenek dalam masa transisi. Dan kalau memang merasa tak mampu mengatasi sendiri, berkonsultasilah dengan profesional.
Apa saja yang sebaiknya dilakukan orangtua yang akan atau telah bercerai agar tak terlalu berdampak negatif pada anak?
1. Sejak awal, kalau bisa libatkan anak dalam proses perceraian. Paling tidak, anak akan merasa didengarkan, tidak hanya menerima perceraian orangtuanya secara tiba-tiba.
2. Jika perceraian terjadi, usahakan me-maintain rutinitas keluarga tetap seperti sediakala. Misalnya, tetap berkumpul bersama. Usahakan situasi tidak hilang begitu atau berubah total. Buatlah masa-masa transisi yang smooth, supaya anak juga bisa merasakan, 'Oh, mereka sudah tidak bersatu lagi tapi mereka masih sayang sama saya, saya juga masih bisa mendapatkan apa yang saya butuhkan dari mereka.'
3. Jangan ingkar janji. Kalau memang pernah berjanji untuk tetap selalu bertemu anak setelah perceraian, penuhi itu. Ini akan membangun rasa percaya (trust) anak pada orangtua. Ingat, tidak ada yang namanya bekas anak atau bekas orangtua.
4. Sebisa mungkin lebih terlibat dengan kegiatan sekolah anak, serta memberi dukungan yang dibutuhkan anak. Mungkin anak punya ketakutan, 'Wah nanti saya enggak bisa dijemput Papa-Mama lagi,' dan sebagainya.
5. Hindari pertentangan. Anak-anak sudah cukup menderita karena perceraian orangtuanya, jadi jangan tambah beban mereka dengan menentang mereka. Misalnya, salah satu orangtua merasa anak malah membela salah satu pihak, dan kemudian menyalahkan anak. Rasa marah, tak setuju, kecewa, itu merupakan proses anak dalam menghadapi perceraian orangtuanya. Justru anak harus dibantu mengungkapkan itu secara positif supaya tidak salah mengungkapkan.
6. Kalau memang perlu, libatkan dukungan pihak ketiga, misalnya kakek-nenek dalam masa transisi. Dan kalau memang merasa tak mampu mengatasi sendiri, berkonsultasilah dengan profesional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar